Waroeng Steak & Shake didirikan pasangan Jody Brotosuseno- Siti Hariyani tiga tahun silam di Yogyakarta. Meski bukan pelopor dalam bisnis steak, Waroeng Steak & Shake cepat berkembang dan menyalip para pemain lain yang memang menjamur di Kota Gudeg.
Pada awalnya, usaha ini didirikan di teras rumah kontrakan oleh Jody Brotosuseno dan istrinya Siti Hariyani (Aniek) di Jl. Cendrawasih no. 30 Yogyakarta. Usaha ini tidak terlepas dari pengaruh ayah Jody. Sebelum mempunyai usaha sendiri, mereka berdua telah aktif membantu usaha ayah Jody yang memang telah lebih dulu berkecimpung di dunia bisnis restoran steak bernama Obonk Steak. Obonk steak memang sudah cukup lama berdiri di Yogya dan sasaran konsumen restoran ini adalah kelas menengah ke atas. Dari sinilah, Aniek (nama panggilan Siti Haryani) dan Jody mempunyai ide untuk membuka tempat makan steak yang dapat menyentuh lapisan menengah ke bawah.
Mereka kemudian memilih nama waroeng sebagai nama tempat yang mereka dirikan—bukan restoran atau kafe yang nampak mewah. Hal ini dimaksudkan agar dapat menarik minat mahasiswa. Mereka juga tak segan memasang daftar harga di depan warung agar calon pembeli dapat mengetahui harga menu mereka yang murah. Uniknya, Waroeng Steak & Shake menyediakan nasi untuk dimakan dengan steak (bukan kentang, kacang panjang, wortel, atau jenis makanan lain yang biasa dimakan bersama steak).
sukses di Yogya tak membuat Aniek puas. Seiring berkembangnya Waroeng Steak & Shake di Yogya, ibu dua anak itu memperluas jangkauannya ke beberapa kota besar seperti Surabaya, Malang, Semarang, Bandung dan bahkan Jakarta. Di kota-kota besar itu pun nampaknya Dewi Fortuna masih berpihak kepadanya. Ini bisa dilihat dari jumlah gerainya yang terus membiak hingga sekarang menjadi 19. Yang terakhir, dibuka di Malang awal Desember ini. Target kami setiap dua bulan bisa menambah satu outlet baru, kata Jody bersungguh-sungguh. Dengan kecepatannya berkembang yang begitu fenomenal, Waroeng Steak & Shake nampaknya memang layak digelari Raja Steak Kelas Warung “Setiap minggu terakhir, kami selalu keliling beberapa kota untuk melihat-lihat tempat yang tepat untuk buka outlet” imbuh Aniek sumringah.
Sebelum menggeluti bisnis pengisi perut tersebut, mereka sempat menekuni berbagai bisnis kecil-kecilan, antara lain menjual roti bakar, susu kedelai serta memproduksi kaus partai menjelang Pemilu 1999. Dari bisnis kaus itu, mereka sempat membeli motor. Motor itu kemudian dijual lagi tahun 2001 buat modal membuka warung steak. Hasil jual motor itu, dikatakan Jody, cuma cukup buat membayar kontrakan dan membeli beberapa peralatan warung (10 hotplate, gelas dan selusin piring). Sementara itu, meja yang disiapkan hanya 5 set. “Kami membeli peralatan tambahan setelah usaha berjalan lancar? tutur bungsu dari 8 bersaudara itu jujur. Akibat aktivitas bisnis ini, Aniek terpaksa meninggalkan bangku kuliahnya di Jurusan Komunikasi Universitas Negeri Solo. Jody, sang suami, juga meninggalkan kuliahnya di Jurusan Arsitektur Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
Meski telah menjelma menjadi raja steak, Jody dan Aniek mengaku kesuksesan mereka tidaklah datang begitu saja. Mereka telah menimba ilmu saat ikut aktif mengelola warung steak milik orang tua Jody: Obong Steak. Rumah makan steak ini memang sudah lama hadir di Yogya dan membidik konsumen kelas menengah atas. Dari situ, mereka kemudian melihat peluang bisnis steak di kelas menengah bawah. Mereka adalah orang-orang yang selama ini ingin menikmati steak, tapi terhalang karena urusan ketebalan kantong. “Saya sering prihatin melihat banyak orang urung masuk ke Obong Steak, karena harganya tak terjangkau saku mereka? kata Aniek datar.
Wiihh enak nih kayaknya sobat .. :D
ReplyDelete